Website edukasi saham, ekonomi makro, rekomendasi, investasi saham, analisis saham dan strategi trading.

Valuasi Saham: Price Earning Ratio & Price to Book Value

Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk menghitung valuasi harga saham perusahaan dengan melihat apakah harga saham cenderung terlalu mahal (overvalued) atau sudah murah (undervalued). 

Yup, anda bisa menggunakan dua analisis sederhana yang sering dijadikan acuan analis, broker, investor yaitu Price Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV). Saya juga sudah pernah menuliskan analisa2 PER dan PBV di pos2 berikut: 

Cara Mengetahui Saham yang Undervalue (Valuasi Saham)
Saham Undervalue: Mencari Saham Undervalue Terkini
Cara Menentukan Saham Overvalued
Studi Kasus: Menentukan Saham Overvalued
Saham Valuasi Murah: Saham apa yang Murah?
Analisis Fundamental Saham: Price Earning Ratio 
Analisis Fundamental Saham: Price to Book Value 

Jika anda sudah baca pos-pos diatas, saya yakin anda sudah memahami cara menggunakan, menghitung dan menginterpretasikan PER dan PBV. Yang jadi persoalan adalah: Banyak sekali kita temukan investor2 yang menggunakan acuan PER / PBV sudah murah berarti sahamnya punya potensi naik. 

"Saham PTBA PERnya paling rendah di sektor-nya. Waktunya koleksi"
"Saham INKP PER-nya masih murah. Harusnya masih bisa naik" 
"Saham BBRI PER-nya sudah tinggi. Hati-hati sudah nggak kuat naik"

Boleh saja anda menganalisa seperti itu. Tetapi dalam analisa valuasi saham, terutama anda yang demen pakai PER dan PBV, anda harus meng-kombinasikan dengan analisa-analisa berikut: 

  • Prospek industri
  • Kinerja fundamental
  • Seberapa booming sektor tersebut

Prospek industri

Kalau anda menemukan PER / PBV yang sangat murah, lihat prospek industri tersebut. Apakah industri tersebut diminati masyarakat? Apakah mayoritas saham di sektor tersebut pergerakannya bagus dan likuid? 

Sebagai contoh, saham2 sektor asuransi, jasa, sahamnya kurang likuid dan sektor tersebut (di pasar saham) jarang menjadi bahan perbincangan trader, investor, analis. Maka kemungkinan besar, walaupun PER/ PBV-nya murah, saham2 yang prospek industrinya masih kurang dilirik, sahamnya tidak akan banyak bergerak naik. 

Kinerja fundamental

Banyak saham yang PER atau PBV murah, tetapi karena fundamentalnya tidak terlalu bagus, maka saham2 tersebut justru tidak diangkat naik. Ada banyak contohnya, salah satunya seperti AISA. Anda bisa baca kembali: Belajar dari Kasus Saham AISA. 

Sebaliknya, ada saham2 yang PER-nya sudah diatas rata2 industri, karena fundamentalnya bagus, sahamnya masih bisa naik terus. Hal ini pernah terjadi pada saham2 blue chip seperti UNVR, BBCA.

"Tapi Pak Heze, saham TOPS itu PER-nya murah dan rugi bersih. Sahamnya bisa naik terus" Protes anda.

Memang ada beberapa kasus saham yang meskipun rugi tapi harga sahamnya naik. Saham TOPS ini contohnya (hingga bisa stock split sampai dua kali). Tetapi kalau anda mau menciptakan portofolio saham yang sehat, maka analisalah kinerja fundamental-nya. Jangan hanya melihat ukuran2 PER atau isu/ rumor tertentu. 

Dan ingat bahwa saham2 yang naik dengan cara seperti itu hanya sedikit dari banyak kasus yang terjadi di pasar saham. Artinya, kalau anda mencari saham2 yang naik cepat tapi emitennya rugi, anda akan lebih ke gambling. Semua itu tergantung dari keputusan anda sebagai trader / investor. 

Kondisi sektor tersebut 

Kondisi sektor kurang lebih sama seperti prospek industri. Tetapi kondisi industri yang saya maksud: Anda juga harus analisis apakah sektor tersebut lagi booming atau lesu. 

Saya ambil contoh saham-saham komoditas (pertambangan, perkebunan). Kalau saham2 di sektor tambang batu bara lagi lesu, belum waktunya booming, harga acuan batu bara masih turun terus, maka walaupun sahamnya lagi turun terus dan PER-nya sangat murah, maka saham2 tersebut bisa turun lagi. 

Contohnya BUMI yang PER-nya pernah cuma di kisaran 2,2 kali. Atau ADRO yang PER-nya di kisaran 4 kali saja. Saham2 batu bara ini masih cenderung turun harganya, karena sektornya masih belum bagus, harga2 komoditas lagi lesu, sehingga investor / trader masih cenderung wait and see. 

Memang semakin murah PER atau PBV, berarti saham tersebut semakin layak untuk dibeli dari segi fundamental. Dalam praktikknya, banyak saham yang akhirnya naik karena PER-nya memang sudah murah. 

Tapi kalau anda membeli saham hanya karena PER / PBV-nya murah, sudah berada dibawah rata2 industri, karena PBV-nya cuma 0,5 kali, maka analisa terlalu masih terlalu teori. 

Sekali lagi, analisa mahal murahnya PER dan PBV harus dibarengi dengan tiga analisa yang sudah kita ulas diatas tadi. 

Nah kalau anda adalah analis fundamental yang semi teknikalis (pakai analisa teknikal juga), maka faktor analisis teknikal juga berperan penting untuk menentukan entry beli yang tepat di suatu saham. 

Jadi walaupun PER sudah murah, kalau secara analisa teknikal ada pola-pola koreksi yang cukup berbahaya (misalnya ada triple top, saham sudah mulai berbalik downtrend), maka anda bisa melakukan keputusan lebih lanjut. Baca juga: Belajar Analisis Teknikal Saham. 

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.