Website edukasi saham, ekonomi makro, rekomendasi, investasi saham, analisis saham dan strategi trading.

Tidak Selamanya Harga Saham Naik Terus

Di tahun 2016 ini pergerakan pasar saham kita cukup unik. Awal tahun 2016, IHSG masih bertengger di angka 4.100, dan sampai bulan Agustus 2016, IHSG sudah berada di angka 5.400-an. Kenaikan signifikan ini memberikan banyak peluang pada anda dan saya untuk mencetak profit yang besar. Hanya, tinggal bagaimana kita pintar2 memanfaatkan peluang yang ada. 

Di saat pasar saham sedang bullish, banyak anggapan trader yang salah: Harga saham akan terus naik, dan masih lanjut naik. Alhasil, inilah yang membuat banyak trader mengejar terus harga saham yang sudah naik tinggi. Mereka melupakan bahwa harga saham juga akan terkoreksi. Memang tidak mudah untuk menilai apakah harga saham yang sudah naik banyak, akan terus naik, atau akan koreksi dalam jangka waktu tertentu.

Kalau anda perhatikan saham2 seperti INAF, PPRO, TPIA, saham2 tersebut sudah naik tinggi, tapi terus saja naik. Sehingga, kalau trader yang belum sempat beli saham di harga bawah, tetap saja bisa cuan, caranya dengan melakukan: Buy high sell higher. 

Namun, harus anda pahami, harga saham tidak selamanya akan terus naik. Logikanya, masa ada sih, orang yang beli barang (saham) terus, tapi nggak jualan sama sekali. Tujuan trading kan sebenarnya hanya satu: MENCARI PROFIT / DUIT. 

Sederhananya, saat IHSG sedang naik tinggi2nya, artinya banyak investor yang beli saham (permintaan banyak), tetapi tidak mungkin orang beli saham tanpa jualan sama sekali. Cepat atau lambat, harga saham pasti akan koreksi. Baca juga: Ciri-ciri Harga Saham yang Akan Turun (Koreksi).   

Kenaikan harga saham yang tinggi dan terjadi dalam waktu cepat, biasanya (selalu) diikuti dengan penurunan (koreksi) yang tajam. Salah satu cara untuk melihat apakah sebagian besar harga saham akan koreksi, yaitu dengan melihat indeksnya (IHSG). 

Saat IHSG sudah bertengger di 5.400-an pada Bulan Oktober 2016, IHSG kita sudah terlihat berat untuk naik. Saham2 Big Caps, saham2 LQ45, masih mencatatkan kenaikan namun sudah terlihat berat sekali. Di saat seperti itu, saham2 lapis 3 mulai menunjukkan kejayaannya, seperti BUMI, TRAM, JGLE.  

Di saat IHSG sudah mulai berat naik, sedikit sentimen positif, saat itulah IHSG sangat rentan koreksi. Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali. Sepanjang tahun 2016, dan juga tahun 2015, ciri2 harga saham yang sudah akan jatuh, terlihat dari pergerakan IHSG yang sangat berat untuk naik, sedangkan indeks berada dalam posisi diatas angin (sangat tinggi).

Kembali lagi ke market 2016. Pada awal November 2016, saat Donald Trump terpilih menjadi presiden Amerika Serikat, 9 November IHSG langsung terkoreksi sebesar -4,01%. Itupun masih belum ditambah kondisi politik dalam negeri yang kurang kondusif. Sampai minggu ketiga November 2016 ini, IHSG sudah terkoreksi sampai 5.170. 

Apapun alasannya, indeks saham kita memang sudah terlalu tinggi. Sepanjang Januari-September 2016, saham2 big caps sudah mencetak kenaikan yang luar biasa. Ya wajar saja kalau harga saham mulai berjatuhan. Kembali pada inti pos disini: TIDAK SELAMANYA HARGA SAHAN AKAN TERUS NAIK, ADA WAKTUNYA KOREKSI. 

Para trader yang hobi mengejar saham2 yang sudah naik tinggi, ketika harga saham tiba2 berjatuhan dengan cepat, biasanya sahamnya akan nyangkut di harga 'langit'. Andai kata mereka mau sabar menunggu saham koreksi terlebih dahulu, mereka punya opsi yang lebih baik: buy low sell higher, nggak perlu pakai acara 'nyangkut' segala.

So, strateginya kalau anda sudah melihat indeks saham mulai berat naik, saham2 big caps susah naik, indeks sudah naik tinggi sebeumnya, itulah ciri2 harga saham akan koreksi. Langkah pertama yang anda lakukan, kalau anda punya saham, anda bisa 'cuci gudang' terlebih dahulu. Kesempatan inilah yang kemudian bisa anda manfaatkan untuk 'wait and see' sambil ambil harga saham di harga rendah.

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.