Website edukasi saham, ekonomi makro, rekomendasi, investasi saham, analisis saham dan strategi trading.

Analisis Harga Saham: Mengapa Saham-saham Konstruksi Tidak Diminati?

El Heze
Pada artikel yang pernah saya bahas sebelumnya disini: Analisis Harga Saham di Bursa Efek Indonesia, saya memaparkan banyaknya saham-saham di pasar saham yang mengalami penurunan tren secara berangsur. Kebanyakan saham-saham yang mengalami penurunan harga secara berangsur dulunya adalah saham-saham yang bagus untuk ditradingkan. 

Salah satu sektor saham yang mengalami penurunan secara berangsur adalah saham-saham di sektor properti, termasuk di dalamnya adalah sub sektor konstruksi. Kenapa saya menulis pos ini. Saya banyak sekali menerima pertanyaan teman-teman yang bertanya untuk analisis saham-saham yang sama:

" Bung Heze, saham WSBP sudah waktunya masuk atau belum? "
" Bung Heze, kapan waktunya saham ASRI naik lagi?"

" Saya nyangkut banyak di PPRO. Kok harganya nggak naik-naik ya?"
" WTON harganya sudah murah. Enaknya beli di harga berapa?"

Pertanyaan2 ini banyak sekali ditanyaka oleh rekan2. Saham-saham konstruksi seperti WSBP, WIKA, WKST, ADHI merupakan saham-saham yang sudah sejak tahun 2016 harga sahamnya keok. Perhatikan pergerakan sektor saham properti vs IHSG selama 1 tahun terakhir dibawah ini: 





Selama 1 tahun terakhir IHSG mengalami kenaikan yang kencang, tapi sebaliknya saham-saham properti konstruksi malah turun tajam. Dibandingkan sektor lainnya, penurunan saham-saham konstruksi dapat dikatakan paling tinggi.

Penurunan saham2 properti ini juga tercermin dari laporan keuangan dalam satu tahun ini. Coba anda buka IDX dan lihat laba bersih perusahaan2 properti yang rata2 mengalami penurunan. 

Oke, jadi mengapa saham-saham di sektor properti dan konstruksi ini belakangan tidak diminati dan harga sahamnya nyaris banyak yang tidak bergerak? Ada beberapa penyebabnya:

1.  Saham konstruksi bukan barang kebutuhan pokok

Saham-saham di sektor konstruksi bukan barang kebutuhan pokok seperti produk2 Unilever, Indofood atau consumer goods lainnya. Memang semua orang butuh properti, tetapi hal utama yang dibutuhkan masyarakat bukanlah properti. Sehingga, jika saham-saham konstruksi sedang lesu, maka dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk bangkit kembali. 

2. Siklus musiman 

Masih terkait poin nomor 1, karena konstruksi bukan kebutuhan pokok, maka biasanya barang2 seperti ini sifatnya adalah musiman, sama seperti komoditas. Pada saat properti sedang diborong oleh masyarakat, pembangunan di mana-mana maka, harga saham akan naik. Sebaliknya, ketika harga properti sudah mulai mahal, sudah jenuh, kebijakan pemerintah kurang bersahabat dengan properti, maka sektor ini pasti akan lesu. 

Di sisi lain, perhatikan grafik-grafik saham konstruksi yang sejak 2014 sudah mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada saat itu, banyak pemain saham termasuk saya sendiri selalu mendapatkan profit dari sahams-saham seperti WIKA, WSKT, ADHI, WTON. Betapa legitnya saham-saham ini pada waktu itu. 

Nah, sekarang saham-saham ini sepertinya sudah mulai jenuh karena selain harga sahamnya yang sudah dikoleksi sejak beberapa tahun lalu, seperti yang saya katakan sebelumnya sektor properti bukanlah sektor barang2 kebutuhan pokok. 

Perbandingan sektor properti dan batu bara 

Sama seperti batu bara, yang pada saat properti sedang naik, saham2 batu bara lesu. Maka saat batu bara sudah mencapai titik nadirnya, saham2 batu bara kemudian bangkit lagi dan mengalami kenaikan yang kencang. Siklus musiman ini pasti cepat atau lama akan terjadi pada sektor properti. 

Saham2 yang memiliki siklus pergerakan musiman, maka ketika sudah mencapai titik nadirnya, harga sahamnya akan berpotensi untuk naik lagi. Sebaliknya, saat harga saham sudah naik tinggi2nya, maka cepat atau lama saham2 yang mudah terpengaruh siklus musiman akan downtrend berkepanjangan. 

3. Kebijakan pemerintah yang kurang menguntungkan properti 

Pemerintah sejak 2014 membuat kebijakan untuk menaikkan down payment perumahan. Hal ini ditujukan untuk mengantisipasi adanya gelembung properti seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat tahun 2008 yang menyebabkan subprime mortgage. Kebijakan ini membuat pendapatan properti turun. 

Terutama bagi kalangan menengah- kalangan menengah kebawah, dengan naiknya DP rumah, maka mereka akan semakin sulit untuk membayar cicilan rumah (karena mereka haru membayar DP lebih besar). 

Lalu, kapan harga saham sektor konstruksi ini mulai berkibar lagi seperti saat tahun sebelum 2014?

Sektor konstruksi sekarang sudah berada di titik jenuh jual dan PBV juga sudah dibawah 1. Kita tinggal menunggu saja sektor ini booming lagi. Salah satunya ditandai dengan kinerja laporan keuangan yang mulai membaik dan perhatikan jika saham2 WIKA, WKST, ADHI, ASRI, PPRO, WSBP dan kawan2 lainnya mulai naik kencang dengan volume besar secara signifikan dan mulai berangsur, maka itulah pertanda sektor properti sudah mulai bangkit lagi. 

Untuk saat ini, saya tidak menyarankan anda untuk trading di saham2 konstruksi yang terutama sudah berada dalam tren sideways yang lama, karena saham2 seperti ini masih ada potensi untuk turun lagi harganya. Kalau anda punya saham2 konstruksi dan properti yang sudah terlanjur nyangkut di harga atas dan kalau anda cut loss sudah rugi terlalu besar, lebih baik biarkan saja. 

Tunggu saja momen yang pas ketika properti mulai booming lagi. Percayalah, saham-saham konstruksi dan properti kalau sedang likuid, sahamnya enak sekali untuk ditradingkan. Anda dan saya hanya tinggal perlu menunggu momen yang pas. 

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.