Website edukasi saham, ekonomi makro, rekomendasi, investasi saham, analisis saham dan strategi trading.

Ancaman Resesi Global & Crash Market: Indonesia Juga Kena?

El Heze

Pada pos sebelumnya yang saya terbitkan tanggal 13 Juni disini: IHSG Turun, Inflasi, Ini Strategi Trading & Investasi yang Tepat, kita sudah mengulas dampak inflasi global, resesi dan pengaruhnya terhadap pasar saham. 


Yap, pada pos tersebut saya memang lebih banyak mengulas IHSG dari segi analisa teknikalnya, untuk menjawab pertanyaan: Dimana support-support IHSG selanjutnya? Karena pada saat itu, posisi IHSG sudah diatas 7.000 dan jarang koreksi, sehingga dengan lalu lalang sentimen negatif global, kemungkinan besar IHSG akan ikut terseret turun. 

Pertanyaan selanjutnya, apakah dengan adanya ancaman resesi global, crash market, inflasi yang tinggi, Indonesia juga akan terkena resesi dan crash market dalam waktu dekat ini? 

Pertama-tama kita harus pahami, ada beberapa hal yang membedakan kondisi pasar saham & ekonomi Indonesia, dibandingkan Amerika Serikat dan negara-negara lain: 

1. Saham-saham di Amerika banyak yang overvalued, sebaliknya di Indonesia masih banyak yang undervalued  

Saham-saham yang sudah overvalued, akan sangat rentan terhadap sentimen & bad news, sehingga kejatuhan harga saham dapat terjadi lebih cepat. 

Sebalinya, saham-saham di Indonesia sekarang posisinya masih banyak yang undervalued. Contohnya? 

Anda bisa lihat saham-saham bank second liner seperti BDMN, BNGA, BBTN yang PBV-nya masih dibawah 1. Saham-saham basic material seperti INKP, TKIM dengan PER dibawah 7 kali. 

Beberapa saham blue chip seperti ASII, PGAS dengan PER masih dibawah 10 kali. Saham-saham energi coal seperti PTBA, ADRO, ITMG yang PER-nya dibawah 10 kali dan PBV di kisaran 1 kali. Dan masih banyak contoh lainnya. 

2. Indonesia adalah negara eksportir komoditas 

Perang Rusia-Ukraina menyebabkan kelangkaan energi, yang membuat harga-harga komoditas seperti coal, CPO, minyak, timah naik tinggi dan mencetak rekor tertinggi. 

Beruntungnya, Indonesia adalah negara eksportir komoditas, sehingga dengan adanya kelangkaan energi dan komoditas seperti sekarang ini, Indonesia "kebanjiran" permintaan dari negara-negara luar negeri seperti, India, Jerman, China untuk memenuhi kebutuhan energi dan komoditas mereka. 

Kita bisa menjual komoditas dengan harga yang tinggi, dan hal ini akan membuat neraca perdagangan Indonesia menjadi surplus, dan tentu saja dapat memberikan dampak positif bagi pendapatan dan net profit perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang komoditas. 

Peningkatan ekspor juga meningkatkan neraca perdagangan Indonesia, sehingga dapat menahan ancaman resesi. 

3. Inflasi Indonesia relatif terjaga

Inflasi kita saat ini masih di kisaran 3,5%, dan proyeksinya inflasi akan naik di range 4-4,5%. Namun range inflasi kita saat ini masih cukup terjaga, sehingga BI pun belum menaikkan suku bunga, walaupun AS sudah menaikkan suku bunga 75 bps. 

Kesimpulannya, dengan data-data ekonomi serta kondisi sekarang, Indonesia masih aman dari jurang resesi. Menurut proyeksi Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa mencapai 4,9%-5,1% di tahun ini. 

Hal tersebut artinya Indonesia relatif aman dari resesi, walaupun ada penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi. Namun bagaimanapun juga, dampak inflasi pasti akan berimbas ke perekonomian kita dan ke pasar saham. 

Di sisi lain, Indonesia yang baru pulih dari pandemi, ditambah ancaman inflasi menyebabkan risiko stagflasi, di mana terjadi kenaikan inflasi namun tidak didukung kenaikan daya beli yang signifikan. 

Postingan saya 13 Juni lalu: IHSG Turun, Inflasi, Ini Strategi Trading & Investasi yang Tepat, saya juga mengulas support-support IHSG, serta potensi koreksi IHSG akibat dampak inflasi yang dirasakan di Indonesia. 

Dengan posisi IHSG diatas 7.000, dan jarang koreksi besar sejak awal tahun, maka sentimen-sentimen negatif di bursa global pasti akan mempengaruhi psikologis investor untuk take profit dulu, walaupun secara ekonomi kita masih bagus. 

Seperti biasa, ketika terjadi inflasi, maka pasti ada sektor-sektor yang diuntungkan dan sektor-sektor yang lesu. Kalau inflasi dan harga-harga naik, maka masyarakat akan cenderung berhemat dan mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok terlebih dahulu.

Sektor ritel, properti, otomotif, perusahaan consumer non barang primer biasanya akan tertekan di masa kenaikan inflasi. Namun sektor komoditas seperti coal, saham-saham defensif, saham-saham di sektor telekomunikasi (TLKM), adalah saham-saham yang relatif bisa bertahan di masa inflasi dan perang. 

Pesan saya, karena data-data ekonomi kita masih cukup solid, dan inflasi itu pasti akan selalu ada, maka sebagai trader dan investor kita tidak perlu panik ketika market turun. 

Gunakan koreksi market sebagai peluang koleksi saham-saham murah. Yang terpenting, dalam kondisi ketidakpastian market seperti saat ini, selalu sisakan cash untuk membeli saham-saham yang murah, dan gunakan "uang dingin" untuk investasi ataupun trading. 

Kalau mau beli saham sekarang, mengingat IHSG masih relatif sideways dan pasar wait and see, disarankan untuk tidak langsung all in. Pilih saham-saham yang fundamentalnya bagus. 

Karena kalau market nanti mulai bullish, biasanya di kuartal 3 atau 4 menjelang akhir tahun, saham-saham yang berfundamental bagus dan sudah turun pasti akan pulih lebih cepat. 

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.