Website edukasi saham, ekonomi makro, rekomendasi, investasi saham, analisis saham dan strategi trading.

Analisis Valuasi: Price to Cash Flow Ratio

Dalam analisa fundamental kuantitatif, kita mengenal analisis rasio pasar. Rasio pasar berguna untuk menganalisa valuasi saham: Apakah saham perusahaan saat ini sudah termasuk murah (undervalued) atau masih mahal (overvalued). Beberapa analisa rasio pasar yang kita kenal seperti PER, PBV, EPS, PSR. 


Ada satu lagi analisa rasio pasar yang perlu anda pahami, yaitu Price to Cash Flow Ratio atau biasanya disingkat PCFR. Di beberapa aplikasi saham untuk data fundamental, seringkali ditampilkan angka PCFR, sehingga ada baiknya anda mengetahui darimana angka PCFR bisa didapatkan. 

[Pelajari juga full praktik analisis fundamental saham, analisa laporan keuangan, dan tips investasi jangka panjang disini: Ebook Analisis Fundamental Saham Pemula - Expert].

Price to Cash Flow Ratio adalah analisis rasio dengan membandingkan harga saham dengan arus kas operasi per saham untuk menemukan valuasi saham yang tepat. Berikut adalah rumus Price to Cash Flow Ratio: 

Price to Cash Flow Ratio

Rumus PCFR adalah harga saham dibagi dengan arus kas dari aktivitas operasi per saham (operating cash flow per share). Harga saham bisa anda dapatkan melalui harga saham real time di market (melalui software online trading, atau bisa anda cari di google, atau melalui situs IDX). 

Sedangkan operating cash flow per share rumusnya adalah: Operating cash flow / jumlah saham beredar. Baca juga: Cara Mencari Jumlah Saham Beredar di Laporan Keuangan dan Cara Mendapatkan Data Jumlah Saham Beredar.  

CARA MEMBACA PRICE TO CASH FLOW RATIO 

Price to Cash Flow Ratio berguna untuk melihat mahal murahnya harga saham perusahaan. Berikut cara ringkas membaca PCFR: 
  • Semakin rendah angka PCFR --> Harga saham / valuasi semakin murah
  • Semakin tinggi angka PCFR --> Harga saham / valuasi semakin mahal
Namun tidak ada angka baku untuk menilai mahal murahnya PCFR suatu saham. Dalam hal ini, diperlukan perbandingan angka dengan rata-rata PCFR industri sejenis. Apabila PCFR saham berada dibawah rata-rata industri, maka saham dapat dikatakan UNDERVALUED. 

Sebaliknya, apabila PCFR saham berada diatas rata-rata industri, maka saham tersebut dapat dikatakan OVERVALUED.  

Pertanyaannya, mengapa di dalam analisa valuasi, price to cash flow ratio menggunakan analisis arus kas untuk perhitungan? Sedangkan kebanyakan rasio pasar menggunakan analisis laba bersih, ekuitas, penjualan? 

Hal ini karnea PCFR seringkali dipercaya sebagai indikator yang lebih bagus dibandingkan PER, karena angka-angka dalam laporan arus kas lebih sulit dimanipulasi dibandingkan angka laba bersih. 

Selain itu, laba bersih yang diperoleh perusahaan bisa jadi berasal dari faktor-faktor non operasional lainnya seperti, keuntungan selisih kurs, penjualan aset. Intinya yang bukan berasal dari operasionalnya secara langsung. 

Sehingga para pengguna PCFR percaya bahwa valuasi menggunakan PCFR bisa memberikan kesimpulan valuasi yang lebih baik. 

CONTOH CARA MENGHITUNG PRICE TO CASH FLOW RATIO 

Sekarang kita akan masuk ke contoh menghitung valuasi saham menggunakan price to cash flow ratio menggunakan laporan keuangan perusahaan riil. Disini kita menggunakan contoh laporan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). 

Data-data yang dibutuhkan pertama adalah harga saham ANTM yang paling update. Harga saham ANTM adalah Rp1.915. 

Kemudian kita mencari nilai arus kas dari aktivitas operasi ANTM melalui laporan keuangannya. Berikut angkanya: 

Laporan keuangan ANTM dalam Ribuan Rupiah

Dalam laporan keuangan, arus kas terdiri dari tiga bagian: Arus kas dari aktivitas operasi, investasi dan pendanaan. Untuk menghitung PCFR, anda bisa mencari arus kas dari aktivitas operasi di periode terakhir. 

Pada laporan ANTM diatas, arus kas aktivitas operasi adalah sebesar Rp4.451.262.279.000 (karena laporan keuangan dalam Ribuan rupiah, maka nol-nya kita tambahkan tiga).

Setelah itu, cari jumlah saham beredar ANTM, untuk mendapatkan angka cash flow per share. Jumlah saham beredar ANTM adalah sebesar 24.030.764.724.

Maka cash flow per share ANTM = Rp4.451.262.279.000 / 24.030.764.724 = Rp185 per saham.

Dengan demikian, nilai Price to Cash Flow Ratio adalah = Rp1.915 / Rp185 = 10,35 kali. Dapat disimpulkan, Price to Cash Flow Ratio ANTM adalah sebesar 10,25 kali. 

Artinya, investor berani membayar Rp10,35 untuk setiap Rp1 kas yang dihasilkan. Sekilas, valuasi sebesar 10,35 kali ini terlihat mahal. Namun anda harus membandingkan dengan perusahaan di industri sejenis. 

Apabila rata-rata PCFR di industri sejenis katakanlah sebesar 19 kali, maka dapat dikatakan saham ANTM masih tergolong undervalued. Tetapi jika PCFR rata-rata industri dibawah atau mendekati ANTM, maka dapat dikatakan saham ANTM sudah overvalued. 

Untuk memutuskan apakah saham dengan PCFR murah atau mahal layak diinvestasikan, selain membandingkan angka dengan industri sejenis, anda harus melihat kekuatan fundamental perusahaan tersebut. 

Karena faktanya, tidak selalu saham dengan valuasi murah adalah saham yang layak untuk investasi. Perusahaan dengan company size kecil, prospek profitabilitas yang kurang bagus, biasanya pergerakan harga sahamnya dalam jangka panjang sering tidak sesuai harapan walaupun secara valuasi sudah murah. 

Tata kelola atau kondisi-kondisi tertentu juga harus diperhatikan. Perusahaan dengan PCFR rendah, tetapi perusahaannya sedang bermasalah, utang besar, manajemen terseret kasus, juga berbahaya untuk sahamnya dalam jangka menengah - panjang. 

Artinya, PCFR hanyalah salah satu analisa valuasi yang berguna untuk kepentingan value investing. Analisa-analisa fundamental lainnya (kualitatif dan kuantitatif) merupakan analisa yang harus menjadi analisa utama disamping analisa valuasi. 

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.