Website edukasi saham, ekonomi makro, rekomendasi, investasi saham, analisis saham dan strategi trading.

Analisis Teknikal: Indikator Leading untuk Meraup Profit

Indikator saham yang cukup populer dan sering dipakai adalah indikator leading. Mayoritas indikator leading bisa memberikan sinyal apakah suatu saham akan rebound atau turun. Baca juga: Analisis Teknikal: Indikator Lagging vs Indikator Leading. 

Indikator leading biasanya terdiri dua area, yaitu area jenuh beli (overbought) dan jenuh jual (oversold). Jenuh beli berarti saham tersebut harganya sudah tinggi, sehingga ada potensi turun. Jenuh jual berarti saham tersebut sudah murah, dan sewaktu-waktu bisa rebound. 

[Anda yang ingin belajar analisis teknikal lengkap dan full praktik analisis teknikal yang efektif untuk mencari saham-saham yang bagus, anda bisa mendaptkan strategi2nya disini: Buku Saham].

Saya pernah mendapatkan pertanyaan dari rekan trader seperti ini: "Bung Heze bagaimana kalau saya membeli saham saat indikator-nya berada di area jenuh jual, kemudian target profit saya tentukan saat indikator sudah naik ke jenuh beli. Apakah strategi tersebut bisa diaplikasikan dalam trading pak?"

Anda para pengguna indikator saham, mungkin pernah memiliki pikiran dan ide serupa. Pertanyaan yang dimaksud oleh trader tersebut seperti yang ada pada grafik berikut: 

Indikator leading
Jadi anda membeli saham ketika indikator leading berada di jenuh jual, dan target take profit anda ketika indikator sudah berada di jenuh beli. Perhatikan tanda persegi tersebut. Ketika indikator naik dari area jenuh jual, dan mulai memasuki jenuh beli, maka akan diikuti dengan kenaikan harga saham (tanda lingkaran). 

Sehingga, anda boleh-boleh saja membeli saham berdasarkan indikator leading tersebut, yaitu beli saham saat indikator berada di jenuh jual, dan jual saham (take profit) saat indikator sudah berada atau mendekati area jenuh beli-nya. 

Tapi rasa-rasanya sih kurang lengkap dan akurat kalau anda cuma mengandalkan indikator leading. Kenapa demikian? Dalam praktik trading yang sesungguhnya, memang tidak sesimpel itu penggunaan indikator. 

Seringkali saham yang sudah menyentuh area jenuh jual, sahamnya belum sempat naik sampai ke area jenuh beli, harga saham langsung turun lagi. Contohnya seperti chart berikut:  


Perhatikan indikator yang saya beri tanda persegi. Awalnya indikator berada di area jenuh jual. Tetapi indikator hanya bergerak naik sebentar, dan masih jauh dari area jenuh beli, indikator sudah turun duluan. 

Selain itu, terkadang ada juga saham2 yang walaupun indikatornya berada di jenuh jual, tetapi harganya masih turun terus karena kondisi market (IHSG) memang lagi jelek saat itu. 

Nah kalau bersikeras membeli saham saat di jenuh jual dan mau jual saham saat indikator mendekati atau berada di jenuh beli, saham anda berisiko nyangkut.

Jadi kesimpulannya, anda tidak saya sarankan jika anda hanya mengandalkan indikator leading untuk mengambil keputusan trading saham, karena kemungkinan melesetnya cukup besar. 

Indikator itu bagus untuk trading, tetapi anda harus kombinasikan dengan analisa2 teknikal lain untuk mendapatkan hasil yang lebih baik (profit). Selain indikator, dalam trading anda harus mempertimbangkan: 

1. Kondisi market

Kondisi market (IHSG) sangat mempengaruhi mayoritas pergerakan saham. Sebagai contoh, kalau IHSGnya sendiri lagi terjun bebas, maka mayoritas saham akan ikut turun banyak. Kemungkinan besar, saham2 yang indikatornya tampaknya sudah di jenuh mungkin akan turun lagi. 

2. Tipikal saham tersebut

Ada saham yang mudah naik setelah koreksi. Ada saham yang harganya cenderung sideways. Ada saham yang harganya sedang turun banyak, dan masih sulit untuk rebound. Tipe2 saham ini harus anda pahami, agar penggunaan indikator trading lebih akurat untuk membaca sinyal buy-sell. 

Pelajari juga cara menemukan saham yang mudah rebound, dan tipikal saham2 yang teknikalnya bagus disini: Full Praktik Menemukan Saham Diskon & Murah. 

Kalau anda beli yang lagi donwtrend atau saham yang pergerakannya kurang bagus, maka indikator akan lebih sering 'menipu' anda. 

3. Analisis teknikal klasik

Indikator, terutama indikator leading sifatnya adalah alat bantu untuk trading, bukan sebagai main decision. Untuk membaca titik2 harga yang bagus, anda harus menganalisa support-resisten, chart pattern, candlestick, analisa tren sebagai analisa utama dalam analisa chart. Pelajari juga: Analisis Teknikal untuk Profit Maksimal.

CARA KERJA INDIKATOR SAHAM 

Kenapa indikator bisa meleset? Karena cara kerja indikator adalah: Indikator akan mengikuti pergerakan harga saham (yang tercermin, salah satunya dari candlstick). Bukan harga saham yang mengikuti pergerakan indikator. 

Jadi kalau harga saham sedang banyak dibeli misalnya, maka indikator akan bergerak keatas seolah harga saham akan naik. Tapi kalau ternyata besok banyak yang profit taking, maka indikator juga akan mengikuti, yaitu indikator akan cenderung bergerak turun (membentuk garis penurunan). 

Sehingga kalau anda beranggapan bahwa dengan membeli saham yang sudah di jenuh jual tanpa mempertimbangkan analisa2: Market, support-resisten, kekuatan bid-offer suatu saham yang sesungguhnya, maka kemungkinan prediksi anda akan meleset.

Untuk mendapatkan konsisten dalam trading, pakailah indikator dan kombinasikan dengan analisis teknikal yang lain (seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya). 

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.