Website edukasi saham, ekonomi makro, rekomendasi, investasi saham, analisis saham dan strategi trading.

Saham Pertambangan Lebih Cocok Buat Trading, Mengapa?

El Heze
Di tahun 2016 ini banyak prediksi yang meleset. Awal tahun 2016 saat pemerintah sedang gencar-gencarnya mempercepat pembangunan infrastruktur, dan sibuk mencanangkan berbagai kebijakan ekonomi yang pro terhadap pembangunan infrastruktur, maka banyak prediksi yang mengatakan bahwa saham2 di sektor infrastruktur dan konstruksi akan mampu meningkatkan kinerjanya secara cemerlang. Dan, sudah bisa ditebak saham2 konstruksi dan infrastruktur kembali menjadi saham primadona.

Memang benar, saham2 seperti WIKA, WSKT, JSMR sempat naik kencang. Namun, kenaikan itu sebenarnya bukan dikarenakan perusahaan2 tersebut mampu meningkatkan kinerjanya, namun lebih pada karena euforia sesaat dan memang saham2 tersebut sudah anjlok banyak pada saat market down tahun 2015.

Ternyata, saham2 konstruksi ujung2nya melempem. Coba anda lihat saja kalau tidak percaya. Saham WSKT konsolidasi terus. Begitu juga dengan WIKA. JSMR malah sempat turun sampai 3.900. SSIA juga tidak naik2. Nah, ditengah-tengah loyonya saham2 konstruksi, justru saham yang sudah terpuruk luar biasa ini naik begitu cepat. Saham2 sektor apakah itu?

Jawabannya: saham sektor pertambangan. HRUM, ADRO, BUMI, PTBA, ITMG semuanya mengalami kenaikan yang luar biasa. BUMI dari level gocap naik sampai 300. HRUM dari 900 naik sampai 2.600. ADRO dari 700 naik sampai 1.700. Luar biasa bukan? Ya, boleh saya bilang tahun 2016 ini adalah miliknya saham2 pertambangan. Saham2 di sektor pertambangan seakan menggeser eksistensi saham2 konstruksi dan infrastruktur. 

Setelah saham2 pertambangan sempat lesu sejak tahun 2011, maka harga saham tambang dengan cepat anjlok tanpa ampun. Anda bisa lihat grafik beberapa saham sektor pertambangan sejak tahun 2011(ADRO, HRUM, PTBA).






Dan, harga batu bara di tahun 2016 ini memang sudah pulih secara perlahan, yang turut mengangkat harga saham di sektor pertambangan. Saat saham2 tambang mulai merangkak naik, mulai banyak yang berteriak: INVESTASI SAHAM TAMBANG. Prediksi2 tentang saham pertambangan pun bermunculan. 

Omong2 soal kenaikan harga batu bara dan munculnya prediksi tentang investasi perusahaan pertambangan, perusahaan tambang sebenarnya lebih enak dijadikan tempat untuk trading ketimbang investasi. Mengapa demikian? Ada beberapa alasan yang mendasarinya. 

Pertama, tambang batu bara adalah barang komoditas, bukan barang kebutuhan sehari-hari. Barang komoditas berbeda dengan barang sektor konsumsi. Dimana, sedikit saja ada gejolak, maka saham tambang akan menjadi mudah fluktuatif. 

Ketidakseimbangan supply dan demand bisa membuat harga komoditas menjadi rentan bergejolak. Sehingga, saham komoditas sebenarnya bukanlah saham yang tahan banting. Apa buktinya? Lihat saja saham2 pertambangan di saat bisnis batu bara lesu. HRUM yang harga sahamnya dari 6.000 bisa langsung anjlok sampai 800 per lembar dalam kurun waktu beberapa tahun. Bandingkan dengan saham Unilever, yang jauh lebih tahan banting disaat kondisi ekonomi bergejolak (saham consumer goods). Lihat perbandingan grafik saham HRUM vs UNVR. 




Tampak bahwa dalam kurun waktu 5 tahun, saham UNVR berada dalam kondisi uptrend, meskipun anda lihat pada grafik UNVR sebenarnya juga tampak bergejolak, namun saham ini tampak jauh lebih tahan banting ketimbang HRUM yang langsung anjlok tanpa ampun saat kondisi ekonomi bergejolak. 

So, kalau anda menginvestasikan modal anda di perusahaan tambang, ya risiko anda tanggung sendiri. Saham pertambangan mungkin akan naik dengan lebih cepat seiring pemulihan harga batu bara, tetapi sekali lagi harga batu bara adalah barang komoditas yang naik turunnya sangat tergantung dari kondisi pasar. Sehingga, harga batu bara akan sulit untuk bisa stabil dalam jangka waktu lama.   

Kedua, tambang batu bara Indonesia banyak bergantung pada pangsa pasar ekspor. Negara Tiongkok memiliki sumber batu bara yang besar, tetapi mengapa Tiongkok malah banyak ekspor dari Indonesia? Anda tahu kenapa?

Tiongkok memiliki sumber batu bara yang melimpah, tetapi sumber batu bara di Tiongkok berada di bawah tanah dengan kedalaman sekitar 600 meter lebih. Sehingga para pekerja harus menggali sampai kebawah tanah, tentu membutuhkan penerangan (biaya listrik), biaya makan pekerja, udara. Dan anda semua tentu tahu bahwa semuanya membutuhkan biaya alias nggak ada yang gratis.  

Sedangkan di Indonesia, kebanyakan tambang batu bara jaraknya tidak jauh dari sungai dan laut. Sehingga, pengangkutan dalam jumlah besar menggunakan kapal menjadi sangat efisien. Hal ini membuat harga beli batu bara dari Indonesia menjadi lebih murah daripada menggali sendiri yang akan memakan biaya lebih mahal. 

Tetapi kabar nggak enaknya, perekonomian Negeri Panda sejak tahun 2011 lesu. Hal ini juga turut menekan permintaan akan batu bara. Kalau Tiongkok yang menjadi salah satu sumber ekspor batu bara Indonesia sudah lesu, maka hal ini akan berpengaruh buruk ke emiten2 di sektor pertambangan. Dan akhirnya juga pengaruh ke harga sahamnya. Anda sudah tahu sendiri (lihat grafik diatas), saham2 pertambangan kalau anjlok, bisa langsung terjun bebas. Dan sebaliknya kalau naik, kenaikannya bisa sangat menggiurkan. 

Kesimpulannya, meskipun saham2 di sektor tambang sedang legit, namun perekonomian Tiongkok sampai saat ini masih lesu, dan sekali lagi, batu bara adalah komoditas yang harganya sangat fluktuatif. Kalau anda ingin memiliki saham tambang, jadikanlah saja sebagai sarana trading jangka pendek - mid term. 




0 komentar:

Post a Comment

Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.