Website edukasi saham, ekonomi makro, rekomendasi, investasi saham, analisis saham dan strategi trading.

Short Selling Saham & Contohnya

El Heze

Dalam dunia trading, anda pasti sering mendengar istilah SHORT SELLING. Short selling biasanya banyak diterapkan di pasar saham luar negeri, maupun di pasar crypto dan forex. Di Indonesia sendiri, praktik penerapan short selling untuk pasar saham masih dilarang. 


Namun, belakangan ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) meminta perusahaan sekuritas untuk mengajukan izin atau lisensi apabila ingin melakukan transaksi short selling. Walaupun praktik short selling ini masih belum diterapkan, namun ada baiknya anda memahami short selling di pasar saham beserta contohnya. 

DEFINISI SHORT SELLING

Short selling sering disebut juga sebagai JUAL KOSONG, yaitu aktivitas trader meminjam saham kepada broker (sekuritas) untuk langsung dijual, kemudian menebusnya dengan cara membeli kembali saham yang sama pada saat harganya turun, sehingga trader memperoleh keuntungan saat market jatuh. 

Kenapa short selling dikatakan sebagai jual kosong? 

Ya karena anda sebenarnya menjual saham yang tidak anda miliki (jual kosongan). Saham yang anda jual itu adalah saham milik sekuritas yang tidak anda beli sebelumnya. 

Nah, karena anda menjual saham sekuritas, maka anda masih punya kewajiban alias UTANG kepada SEKURITAS untuk mengembalikan saham sekuritas yang sudah anda jual, dengan cara membelinya kembali. 

DARIMANA KEUNTUNGAN SHORT SELLING? 

Lalu, darimana keuntungan yang akan anda peroleh ketika melakukan aktivitas short selling? Short selling pada dasarnya adalah kebalikan dari transaksi beli jual saham pada umumnya. 

Kalau anda beli saham katakanlah anda beli saham PTBA di harga 3.500. Maka anda akan mendapatkan PROFIT jika harga saham PTBA NAIK. Jika PTBA katakanlah naik ke 3.700, maka anda akan profit sebesar Rp200 (dikalikan jumlah lot yang anda punya). 

Namun, anda akan RUGI jika saham PTBA yang anda beli harganya TURUN dibawah harga beli. Katakanlah PTBA turun ke 3.400, maka anda akan rugi sebesar Rp100. 

Kalau short selling, maka praktikknya adalah kebalikannya. Anda akan PROFIT apabila saham yang anda jual harganya TURUN.  Sebaliknya, anda akan RUGI apabila saham yang anda jual tadi ternyata harganya NAIK, karena anda harus membeli lagi di harga yang lebih mahal.

Masih belum jelas? Untuk memudahkan memahaminya, kita akan langsung masuk ke contoh transaksi short selling saham.

CONTOH SHORT SELLING SAHAM

Sekuritas A memiliki saham PWON di harga 480 sebanyak 100 lot. Berarti total modal sekuritas di saham PWON adalah Rp4.800.000 (480 x 100 lot x 100 lembar saham). 1 lot = 100 lembar saham.

Kemudian anda melakukan transaksi short selling dengan cara "meminjam" saham PWON sekuritas. Anda menjual semua saham PWON sekuritas di harga 480, sehingga anda memperoleh uang sebanyak Rp4.800.000 itu tadi. 

Tetapi uang Rp4.800.000 yang masuk ke akun anda, itu adalah uang dari hasil penjualan saham sekuritas, di mana itu sebenarnya bukan saham anda. Dengan kata lain, uang Rp4.800.000 itu adalah uang sekuritas. 

Jadi, anda masih punya KEWAJIBAN untuk mengembalikan uang tersebut kepada sekuritas. Cara mengembalikannya adalah: Anda harus membeli kembali saham PWON tersebut dan mengembalikan kepada sekuritas (bisa kontak broker atau sekuritasnya langsung). 

STUDI KASUS 1: SHORT SELLING PROFIT

Masih di contoh saham PWON tadi. Anda akan mendapatkan PROFIT, jika harga saham PWON TURUN, sehingga anda bisa membeli di harga lebih rendah dan mengembalikan ke sekuritas. 

Tadi anda menjual saham PWON di harga 480 sebanyak 100 lot, dan mendapatkan Rp4.800.000. Dua hari kemudian ternyata saham PWON turun sampai ke harga 470, sehingga anda beli kembali saham PWON di harga 470 sebanyak 100 lot. Jadi, total modal yang anda keluarkan untuk beli kembali PWON adalah Rp4.700.000. 

Nah, saham PWON yang anda beli di harga 470 harus anda kembalikan lagi ke sekuritas. Jadi sekuritas anda sekarang memiliki saham PWON di harga 470 sebanyak 100 lot.

Disini anda mendapatkan profit dari transaksi short selling sebanyak Rp100.000. Karena anda tadi menjual saham PWON sekuritas dan mendapatkan uang Rp4.800.000. Lalu ketika harga saham PWON turun ke 470, anda membeli kembali dengan jumlah lot yang sama. 

Sehingga anda hanya perlu mengeluarkan uang untuk membeli PWON di harga Rp4.700.000. Artinya, anda dapat uang Rp4.800.000 dari penjualan saham, lalu anda beli lagi di harga murah sebesar Rp4.700.000. Disini anda sudah untung sebesar Rp100.000. 

Pak Heze, tapi sekuritasnya kan jadi rugi donk? Tadi sekuritasnya punya modal Rp4.800.000. Sekarang kita kembalikan sahamnya, modalnya malah jadi Rp4.700.000?" Tanya anda. 

Benar sekali, sekuritasnya floating loss Rp100.000. Tapi perlu diingat juga, sekuritas anda sekarang punya saham PWON di harga yang jauh lebih murah yaitu di harga 470, kalau sebelumnya sekuritas punya di harga 480. 

Jadi kalau nanti saham PWON naik ke 480 atau bahkan ke 490, dan sekuritasnya menjual saham PWON yang dimiliki, maka sekuritas akan profit lebih besar dari Rp100.000. 

Artinya, short selling bisa saling menguntungkan dua pihak. Dari pihak trader: Anda untung karena anda membeli kembali di harga murah. Dari pihak sekuritas: Sekuritasnya untung karena sekarang dapat saham di harga bawah, jadi bisa jual untung lebih maksimal saat harganya naik. 

Tetapi kalau kondisinya ternyata saham yang anda kembalikan ke sekuritas harganya malah turun lagi, maka sekuritas justru rugi lebih banyak. Misalnya, saham PWON yang anda kembalikan ke sekuritas di harga 470 ternyata turun sampai 454. 

Maka, sekuritas akan floating loss dari penurunan harga saham tersebut, plus Rp100.000 itu tadi. Itulah mengapa transaksi short selling itu SANGAT BERISIKO, karena bisa bikin sekuritas rugi besar apalagi kalau banyak trader yang melakukan transaksi seperti ini.   

STUDI KASUS 2: SHORT SELLING RUGI

Trader bisa mengalami RUGI dari transaksi short selling apabila anda membeli kembali saham di harga yang lebih MAHAL. Jadi ketika harga saham naik, justru anda rugi. 

Kita kembali lagi ke contoh saham PWON. Setelah anda menjual saham PWON sekuritas (short) di harga 480 sebanyak 100 lot, anda mendapatkan uang Rp4.800.000.

Anda harus membeli kembali saham PWON dan mengembalikannya ke sekuritas. Ternyata, market saat itu lagi bagus-bagusnya, sehingga saham PWON naik tinggi. Anda terpaksa harus membeli saham PWON di harga 490, karena sudah mencapai batas waktu untuk menebus kembali saham tersebut. 

Anda yang tadinya mendapatkan "hasil penjualan" saham PWON sekuritas sebanyak Rp4.800.000, sekarang anda harus beli kembali di harga yang lebih tinggi. Anda harus mengeluarkan modal Rp4.900.000 (490 x 100 lot x 100 lembar saham).

Jadi disini anda rugi Rp100.000 dari transaksi short selling. Lalu, bagaimana dengan sekuritas? 

Diatas kertas, sekuritas justru untung, karena modal awal sekuritas tadi Rp4.800.000. Setelah anda kembalikan dalam bentuk saham lagi, modal sekuritas menjadi Rp4.900.000. Tetapi, sekuritas sekarang memegang saham PWON di harga lebih mahal. 

Sekuritas butuh agar saham PWON naik lebih tinggi lagi supaya bisa jual untung. Kalau ternyata saham PWON turun dibawah 490, sekuritas akan rugi jika menjualnya. 

Jadi pada transaksi short selling, trader mengharapkan harga saham turun supaya bisa beli di harga murah dan profit. Kalau transaksi beli jual saham pada umumnya adalah kebalikannya. Trader berharap harga saham naik agar bisa jual untung.

Dan juga sebaliknya, kalau harga saham naik, justru trader akan rugi, karena trader harus menebus kembali saham yang sudah di short selling dengan harga lebih mahal. 

ANALISA SHORT SELLING

Trader melakukan short selling didasarkan atas analisa atau anggapan bahwa harga saham ada potensi untuk turun banyak, sehingga trader berani melakukan short sell, agar trader bisa mendapatkan keuntungan dengan menebus (membeli kembali) sahamnya di harga lebih rendah. 

Namun jika trader beranggapan bahwa market sedang bagus / bullish, trader biasanya tidak melakukan short selling. Jadi pada transaksi short selling, kita berharap market akan jatuh / turun.

SHORT SELLING: PENYEBAB KEJATUHAN PASAR SAHAM 

Short sell berarti anda berharap harga saham akan turun. Jika banyak orang menjual saham besar-besaran, maka harga saham akan jatuh. 

Kasus short selling yang mneyebabkan keruntuhan pasar saham pernah terjadi di China pada tahun 2015. Hal ini terjadi karena banyak nasabah melakukan short sell, tetapi tidak bisa menebus / membeli kembali saham yang dipinjam, karena harga saham tidak turun (jika harga saham naik maka trader akan rugi jika membeli kembali sahamnya). 

Karena short sell ada batas waktu untuk menebus kembali, akhirnya banyak saham yang tidak dibeli kembali terkena jual paksa (force sell) oleh sekuritas, yang menyebabkan saham-saham mengalami kejatuhan besar. 

Short selling sesungguhnya merupakan tindakan spekulasi dan bisa menyebabkan manipulasi pasar oleh sejumlah kalangan tertentu apabila dilakukan secara besar-besar, demi menjatuhkan harga saham. Pada akhirnya, transaksi short selling akan membuat mekanisme pasar tidak berjalan dengan normal. 

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.