Website edukasi saham, ekonomi makro, rekomendasi, investasi saham, analisis saham dan strategi trading.

Trading Saham: Benar Bukan Berarti Untung

Dalam trading saham, saya punya prinsip seperti ini: Apa benar, belum tentu untung. Tapi kalau anda menganalisa dan untung, berarti anda benar. Sebagian dari anda mungkin bertanya-tanya: Apa maksudnya? 

 

Di pasar saham, kita sering berita-berita ataupun anggapan positif terhadap suatu saham. Misalnya, laba perusahaan naik banyak. Secara teori, kenaikan laba perusahaan akan memberikan pengaruh positif terhadap harga sahamnya. 

Logikanya, kalau laba perusahaan naik, artinya kinerja perusahaan juga semakin bagus. Sehingga investor dan trader saham akan lebih tertarik untuk memborong sahamnya. 

Tapi... Itu kan teorinya. Bagaimana dengan praktikknya di market? Apakah se-hitam putih itu? 

Faktanya, banyak perusahaan yang setelah mengumumkan kenaikan laba bersih, harga sahamnya tidak mengalami kenaikan. Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa apa yang benar itu belum tentu untung. 

Kita ambil satu contoh konkrit lagi. Pada saat pandemi Virus Corona, banyak orang beranggapan bahwa sektor telekomunikasi adalah salah sektor yang paling menguntungkan. 

Karena pada saat orang lebih banyak di rumah, Work From Home (WFH), pengguna internet akan naik signifikan, sehingga saham2 seperti TLKM EXCL diprediksi bakalan naik selama masa pandemi. 

Tapi faktanya, saham TLKM justru sideways dan cenderung koreksi selama masa pandemi. Anti klimaks dari anggapan-anggapan yang telah diprediksi sebelumnya. 

Saham TLKM

Perhatikan chart TLKM diatas, di mana harga sahamnya malah turun terus selama masa pandemi. Padahal secara teori, harusnya pengguna data internet semakin banyak, sehingga menguntungkan saham TLKM juga. Namun kalau kita lihat kinerja keuangan TLKM berikut:
 

Ternyata laporan keuangan TLKM selama masa pandemi, justru mengalami penurunan laba bersih, dari Rp15.498 menjadi Rp15.433 (dalam Miliar Rupiah).

Inilah yang menyebabkan saham TLKM menjadi kurang atraktif. Karena faktanya ternyata berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan dan diyakini oleh pelaku pasar sebelumnya. 

Jadi sekali lagi: Apa yang terlihat benar, bukan berarti pasti akan menghasilkan profit. Kemudian anda bertanya kembali:   

"Bung Heze, apakah berarti kita sebaiknya mengabaikan sentimen dan berita-berita yang ada di market, karena seringkali tidak memberikan efek pada harga sahamnya?" 

Tidak, bukan seperti itu. 

Anda harus tetap memperhatikan berita dan sentimen. Karena sentimen2 di market juga sering berpengaruh terhadap saham-saham di sektor tertentu. 

Sebagai contoh: UU Omnibus Law memberikan dampak positif pada sektor konstruksi & properti, sehingga saham2 WIKA WSKT PTPP PWON SMRA yang memang secara sektor sudah sangat murah, harganya naik dengan cepat. 

Kalau anda bisa memanfaatkan peluang-peluang di saham konstruksi saat ada sentimen positif, anda pasti akan meraih profit maksimal. 

Yang ingin saya tekankan pada anda adalah: Anda harus bisa melakukan KOMBINASI ANALISA. Jangan hanya percaya pada apa yang 'benar'. Namun kombinasikan analisa market (sentimen, berita) dengan ANALISA CHART (teknikal). 

Sentimen yang memberikan pengaruh positif ke harga saham, biasanya analisa teknikal dan pergerakan harganya akan jauh lebih menarik, dan fluktuatif harganya bagus.

Sebaliknya, ketika ada sentimen dan berita tertentu, namun analisa chartnya tetap tidak bagus, pergerakan harga sahamnya tidak banyak fluktuatif atau bahkan turun terus, maka itu artinya sentimen2 tersebut tidak memberikan pengaruh ke harga sahamnya.

Dalam trading, carilah saham-saham yang menguntungkan untuk anda (naik dan bisa memberikan profit). Bukan hanya sekedar membeli saham hanya karena kelihatan "benar".

Cross check antara kondisi market, sentimen2 di saham tersebut dan analisa teknikal dapat digunakan untuk melihat saham2 yang bagus dan menguntungkan untuk ditradingkan.  

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.