Website edukasi saham, ekonomi makro, rekomendasi, investasi saham, analisis saham dan strategi trading.

Kenapa Saham Undervalue, Harganya Turun Terus?

Pada pembahasan sebelumnya, kita sudah mengulas tentang seberapa besar peluang saham undervalue untuk bisa naik lebih cepat. Yang belum baca, anda bisa pelajari kembal disini: Saham Undervalue, Waktunya Naik? 



Walaupun saham undervalue adalah saham-saham yang sudah murah secara fundamental, namun ternyata saham-saham yang undervalue pun harganya bisa turun terus. 

Anda yang sering meganalisa valuasi saham, pasti anda sering menemukan saham-saham yang PER atau PBV-nya sudah sangat murah, tetapi sahamnya malah turun terus.

Mengapa hal ini sering terjadi di pasar saham? Bukannya kalau saham undervalue sudah murah dan harusnya banyak dibeli investor dan trader? Ada beberapa penyebab yang harus anda pahami mengapa saham undervalue, harganya masih turun terus: 

1. Pasar saham masih bearish / lesu 

Ketika pasar saham, baik IHSG maupun pasar saham secara global sedang lesu, pertumbuhan ekonomi melambat, komoditas lesu, maka saham-saham yang sudah turun, katakanlah 30-40% dari harga sebelumnya dan mulai undervalue, sahamnya bisa turun lebih dalam lagi. 

Hal ini karena dalam kondisi market yang lesu, pelaku pasar masih panic selling, belum ada keinginan untuk menaikkan harga saham, para trader masih banyak yang pesimis, sehingga saham-saham yang terlihat sudah undervalue, masih banyak dijual trader. 

Sebagai contoh, di tahun 2008 saat crash market (IHSG turun hampi 60% selama kurang lebih 9 bulan), di mana banyak sekali saham blue chip yang sudah undervalue, harganya masih turun terus. 

Lesunya pasar saham seringkali menjadi penyebab utama saham-saham yang sudah murah secara fundamental harganya masih terus berjatuhan. Oleh karena itu, kalau anda ingin membeli saham yang sedang undervalue, jangan lupa untuk memperhatikan dan menganalisa kondisi pasar saham saat itu.  

2. Fundamental perusahaan kurang sehat

Harga saham akan kembali ke faktor fundamentalnya. Jadi naik turunnya harga saham bukan hanya bergantung dari seberapa murah atau mahalnya valuasi saham perusahaan. 

Kalau valuasi saham murah, tetapi kinerja perushaaan kurang bagus, maka investor kurang tertarik untuk menaikkan harga sahamnya, karena investor juga akan melihat saham-saham mana yang menarik secara fundamental / kinerja untuk dibeli (disamping melihat faktor valuasi saham). 

Perusahaan-perusahaan yang sering mencetak rugi bersih, EPS negatif, ekuitas minus, utang besar.. Atau perusahaan mampu mencetak laba, tetapi laba bersihnya sangat kecil (di sektor industrinya), pada umumnya kurang menarik perhatian investor. 

Perusahaan yang fundamentalnya kurang sehat, umumnya sahamnya adalah saham gorengan dengan likuiditas saham yang kecil. Saham2 gorengan, pergerakan harganya lebih banyak dipermainkan oleh bandar, sehingga harga sahamnya seringkali tidak bisa tercermin melalui valuasi harganya.

3. Perusahaan sedang bermasalah 

Perusahaan yang sedang terkena masalah hukum, atau peristiwa2 force majeur seperti kebakaran pabrik, bencana alam, dapat berpotensi mempengaruhi fundamental perusahaan secara signifikan. 

Yap, dalam banyak kasus, perusahaan yang bermasalah seringkali sahamnya akan cenderung turun terus dan menuju ke level undervalue. Namun, saham2 yang statusnya sudah undervalue tersebut, harganya sangat berpotensi turun terus saat perusahaan sedang dalam masalah. 

Sebagai contoh, tahun 2017 sempat marak kasus beras oplosan PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA). Setelah kasus tersebut ke publik, saham AISA harganya langsung jatuh dari 1.100-an ke 300-450 per saham. 

Dan saat itu valuasi saham AISA sudah sangat murah, di mana PER-nya hanya sekitar 5 kali dan PBV dibawah 1. Banyak yang merekomendasikan AISA untuk dibeli kembali. Tetapi, justru dengan valuasi yang sudah murah, saham AISA harganya turun terus. 

AISA hanya hanya naik jangka pendek (karena digoreng bandar saham), dan sampai saat ini, harga saham AISA turun ke level terendah (Rp50). Ini adalah salah satu contoh di mana perusahaan yang bermasalah, murahnya valuasi saham seringkali tidak bisa menjadi jaminan bahwa saham tersebut punya peluang besar untuk naik lagi.    

4. Sektor usaha sedang lesu 

Sektor usaha yang sedang lesu akan menyebabkan saham-saham yang valuasinya murah, bisa turun terus. Saham-saham di sektor komoditas (seperti batu bara) contohnya yang sudah pernah lesu beberapa kali... Saat komoditas batu bara lesu, maka saham2 seperti PTBA, ADRO, INDY harganya akan turun terus.

Saat valuasi saham-saham batu bara sudah murah, namun sektornya masih lesu, maka saham2 batu bara ini bisa turun lagi lebih dalam. 

5. Bisnis perusahaan kurang prospek atau kurang diminati investor 

Bisnis atau sektor perusahaan yang kurang diminati oleh investor, seringkali pergerakan sahamnya kurang bagus. Sehingga, walaupun valuasi sahamnya sudah murah, saham2 tersebut bisa turun lagi atau terus bergerak sideways. 

Di pasar saham Indonesia, salah satu contoh bisnis perusahaan yang kurang diminati investor saham adalah saham-saham asuransi. Anda bisa baca disini: Saham Asuransi, Mengapa Sahamnya Tidak Likuid? 

Saham-saham yang diminati atau banyak menjadi perhatian investor umumnya saham2 di sektor consumer goods dan perbankan. Kalau perusahaan kurang diminati investor, sahamnya tidak akan banuak diminati. 

Kelima hal inilah yang bisa menjelaskan mengapa saham undervalue tetapi harganya turun terus....  

Valuasi saham sangat penting dalam mengambil keputusan investasi, tetapi pesan yang ingin saya sampaikan di pos ini, jangan investasi saham hanya dengan melihat satu faktor saja, yaitu hanya melihat saham undervalue. 

Perhatikan analisa-analisa lainnya yang tidak kalah penting yaitu laporan keuangan, sektor usahanya, prospek perusahaan, dan kondisi market saat itu. 

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.