Website edukasi saham, ekonomi makro, rekomendasi, investasi saham, analisis saham dan strategi trading.

Pengaruh Inflasi dan Harga Saham

Pergerakan naik turunnya harga saham bisa dipengaruhi oleh banyaaaak sekali faktor. Salah satu faktornya adalah inflasi. Memang apa pengaruhnya inflasi terhadap harga saham? Kenapa inflasi di Indonesia sering dikaitkan dengan harga saham IHSG kita? Mari kita simak bersama.  

Menurut Wikipedia, inflasi adalah proses meningkatnya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar. 

Inflasi bisa terjadi karena banyak hal, diantaranya karena kelebihan likuiditas (jumlah uang beredar). Karena kelebihan jumlah uang beredar di masyarakat, maka hal ini bisa mengakibatkan over permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga harga2 barang mengalami kenaikan secara continue, yang dapat meningkatkan inflasi.

Penyebab lainnya bisa terjadi karena terjadi kelangkaan produksi, sementara permintaan tidak berubah atau justru meningkat. 

Bicara soal inflasi, inflasi itu sebenarnya sangat diperlukan untuk perekonomian kita. Karena adanya inflasi bisa menandakan bahwa daya beli masyarakat kita bagus (permintaan akan barang dan jasa tinggi). Coba anda lihat negara-negara maju seperti AS atau Jepang, yang pernah mengalami deflasi, sehingga pemerintah terpaksa mengeluarkan kebijakan quantitative easing (QE). 

Tapi tentunya, inflasi yang bagus adalah inflasi yang stabil dan wajar. Bukan inflasi yang sampai menyebabkan terjadinya inflasi berat atau hiperinflasi seperti saat krisis moneter tahun 1998. 

Inflasi yang wajar, stabil, sesuai mekanisme pasar (harga barang naiknya juga wajar, pedagang maupun konsumen tetap sama2 saling diuntungkan), maka hal ini bisa memperlancar proses konsumsi, produksi, dan distribusi barang, sehingga otomatis perekonomian berjalan dengan baik. 

Nah dari apa yang saya paparkan diatas, kita sudah bisa menyimpulkan bahwa: Inflasi memang memiliki pengaruh terhadap harga saham. Logikanya, perekonomian yang berjalan dengan lancar, pasti akan meningkatkan omzet dan laba bersih mayoritas perusahaan, sehingga ketika laba meningkat, penjualan meningkat, investor juga tidak akan ragu untuk masuk ke pasar saham kita. 

Tapi perlu anda catat, bahwa inflasi hanyalah satu faktor yang bisa mempengaruhi pergerakan saham. Dan efeknya pun mungkin tidak terjadi secara anda sadari bagi pasar saham kita. Maksudnya begini, ketika data inflasi bulanan / tahunan sudah rilis, maka tidak serta merta harga saham langsung naik / turun drastis setelah pelaku pasar mengetahui inflasi berdasarkan angka kuantitatif.

Namun dampaknya akan terjadi secara bertahap, yaitu efek yang dirasakan oleh pelaku pasar dari adanya kenaikan / penurunan inflasi. 

Saya berikan contohnya.

Anda mungkin ingat pada saat tahun 2015, inflasi kita terus naik dari 4%-an menjadi 7%. Kalau kita bandingkan negara2 di Asia, inflasi 7% itu sangat besar). Karena kondisi ekonomi lagi lesu saat itu, Rupiah melemah terus, banyak usaha gulung tikar, kondisi luar negeri juga lagi lesu, di satu sisi permintaan terhadap barang-barang konsumsi cenderung tetap... 

Hal ini menyebabkan harga-harga bahan baku, bahan pengemas, bahan pembantu terus melonjak. Perusahaan2 yang bergerak di bidang manufaktur seperti Indofood, Mayora, Unilever, termasuk perusahaan2 packaging terkena dampak secara langsung. 

Dengan naiknya harga-harga bahan secara signifikan, maka hal ini akan meningkatkan beban pokok pendapatan di laporan keuangan (karena perusahaan otomatis harus melakukan penyesuaian kenaikan harga bahan baku dan bahan2 lainnya tersebut). Meningkatnya beban pokok pendapatan secara signifikan, then akan mengurangi laba bersih perusahaan. 

Kalau beban pokok pendapatan meningkat, kemungkinan harga-harga barang di pasaran juga akan dinaikkan, untuk meng-cover beban pokok penjualannya yang tinggi. 

Di satu titik tertentu, saat konsumen melihat bahwa barang2 naik nggak seperti biasanya, maka konsumen akan mulai cenderung untuk konservatif dalam membeli barang, sehingga inflasi yang tinggi, dampak jangka panjangnya justru akan mengurangi daya beli. 

So kalau daya beli masyarakat turun, anda pasti tahu apa yang akan terjadi pada perusahaan-perusahaan. Yap, labanya akan turun secara perlahan.  

Nah hubungannya ke pasar saham. Saat laba bersih turun dan turun terus, para pelaku pasar kemudian akan mulai menjual saham2 perusahaan, sehingga harga saham turun terus. Anda yang sudah trading di tahun 2o15 (terutama di bulan April akhir - Oktober), anda merasakan bagaimana harga saham terjun bebas, salah satunya karena faktor inflasi yang naik tinggi. 

Tetapi ketika inflasi sudah kembali stabil, dan perusahaan sudah mulai bisa mengontrol beban pokok pendapatannya, laba kembali naik, maka tidak ada alasan bagi para pelaku pasar untuk kembali ke pasar saham kita. 

INFLASI UNTUK MENGUKUR WAJAR TIDAKNYA IHSG

Ada satu fenomena yang cukup menarik di tahun 2018. Pada saat inflasi kita sebenarnya sudah bagus di angka 3% (bandingkan dengan tahun 2015), dan inflasi 3% ini bisa stabil terus sepanjang satu tahun, tapi justru mayoritas harga saham terus berjatuhan selama kurang lebih dari 6 bulan. 

Kalau anda menemukan kasus seperti ini, anda harus tetap melihat indikator2 penting, yaitu faktor fundamental negara / makro. Salah satunya ya infasi ini sendiri. 

Jadi ketika anda melihat inflasi kita sebenarnya stabil atau bahkan inflasi di Indonesia cenderung turun, emiten2 masih pada mencetak kenaikan laba, pertumbuhan ekonomi masih stabil, maka hal itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang perlu anda khawatirkan. 

Penurunan IHSG seperti ini kemungkinan besar lebih dikarenakan: Koreksi pasar (sebelumnya harga saham sudah naik tinggi), adanya guncangan ekonomi terutama dari pihak eksternal yang juga berdampak pada pasar saham kita. Namun tidak sampai menyebabkan krisis ekonomi atau tanda2 pelemahan ekonomi Indonesia.  

Actually, kondisi2 seperti ini sudah beberapa kali terjadi. Dan ketika anda menemukan pasar saham yang koreksi besar, padahal kondisi ekonomi kita sebenarnya maju, inflasi juga terjaga, maka hal ini justru merupakan kesempatan anda untuk beli saham di harga murah. 

Karena harga saham itu pasti akan kembali lagi ke faktor fundamentalnya. Ingatlah, ketika kondisi ekonomi lagi lesu dan harga saham naik terus, maka itulah pertanda bahwa nggak lama lagi IHSG akan jatuh. 

Sebaliknya, ketika IHSG turun terus padahal sebenarnya tidak ada hal-hal yang membuat ekonomi Indonesia jatuh (contohnya bisa dilihat dari indikator inflasi itu tadi), maka cepat atau lama setelah mencapai titik jenuh belinya, IHSG akan balik ke faktor fundamentalnya, yaitu rebound. 

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.